Minggu, 18 Maret 2012

Kebudayaan Suku Dayak Sampit


Suku Dayak Sampit, sebagaimana suku bangsa lainnya, memiliki kebudayaan atau adat-istiadat tersendiri yang pula tidak sama secara tepat dengan suku bangsa lainnya di Indonesia. Adat-istiadat yang hidup di dalam masyarakat Dayak merupakan unsur terpenting, akar identitas bagi manusia Dayak.
Selanjut berdasarkan atas pengertian kebudayaan tersebut, bila merujuk pada wujud kebudayaan sebagaimana yang dikemukakan Koentjaraningrat, maka dalam kebudayaan Dayak juga dapat ditemukan ketiga wujud tersebut yang meliputi:
Pertama, wujud kebudayan sebagai suatu himpunan gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan. Wujud itu merupakan wujud hakiki dari kebudayaan atau yang sering disebut dengan adat, yang berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada perilaku manusia Dayak, tampak jelas di dalam pelbagai upacara adat yang dilaksanakan berdasarkan siklus kehidupan, yakni kelahiran, perkawinan dan kematian, juga tampak dalam pelbagai upcara adat yang berkaitan siklus perladangan;
Kedua, wujud kebudayaan sebagai sejumlah perilaku yang berpola, atau lazim disebut sistem sosial. Sistem sosial itu terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi yang senantiasa merujuk pada pola-pola tertentu yang di dasarkan pada adat tata kelakuan yang mereka miliki, hal ini tampak dalam sistem kehidupan sosial orang Dayak yang sejak masa kecil sampai tua selalu dihadapkan pada aturan-aturan mengenai hal-hal mana yang harus dilakukan dan mana yang dilarang yang sifatnya tidak tertulis yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi sebagai pedoman dalam bertingkah laku bagi masyarakat Dayak;
Ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan hasil karya manusia Dayak, misalnya seperti rumah panjang dan lain-lain. 

1.      Sejarah Singkat Kota Sampit
Orang pertama yang membuka daerah kawasan Sampit pertama kali adalah orang yang bernama Sampit yang berasal dari Bati-Bati, Kalimantan Selatan sekitar awal tahun 1800-an. Sebagai bukti sejarah, makam “Datu” Sampit sendiri dapat ditemui di sekitar Basirih. “Datu” Sampit mempunyai dua orang anak yaitu Alm. “Datu” Djungkir dan “Datu” Usup Lamak. Makam keramat “Datu” Djungkir dapat ditemui di daerah pinggir sungai mentaya di Baamang Tengah, Sampit. Sedangkan makam “Datu” Usup Lamak berada di Basirih.
Sedangkan kata Sampit menurut versi buku “Merajut Sampit dalam Persfektif Global” karya Drs. Wahyudi K. Anwar (Mantan Bupati Kotawaringin Timur) berasal dari bahasa China atau pun berbagai versi lainnya adalah salah besar. Buku tersebut menurut Drs H. Madjedi Filmansyah, MBA adalah membodohi orang Sampit akan kebenaran Sejarah Sampit yang sebenarnya atau bahasa Banjarnya buku Wahyudi tersebut “mambunguli urang banyak tentang sejarah Sampit”.
Gubernur pertama yang ada di Kalimantan bernama Ir. Pangeran Muhammad Nur (1950) Yang kedua bernama Dr. Murjani (1953) Yang ketiga bernama RTA Milono (1956) Setelah masa jabatan RTA Milono, Kalimantan dimekarkan menjadi 3 propinsi, yaitu :
1.      Kalimantan Barat dengan Gubernur RA. Afflus
2.      Kalimantan Selatan dengan gubernur Sarkawi
3.      Kalimantan Timur
  1. Kalimantan Tengah (Masih dalam persiapan) dengan gubernur RTA. Milono yang berkantor di Kalimantan Selatan.
Tjilik Riwut menjadi bupati kotawaringin, yang kantornya berada di Kota Sampit. Untuk mewujudkan Palangkaraya sebagai propinsi terjadi gerakan yang dilaksanakan oleh :
1.      Simbar
2.      Embang
Dan pada saat itu, Tjilik Riwut masih menjabat sebagai Bupati Kotawaringin di Sampit. Adapun Simbar, pada saat itu menjabat sebagai WEDANA, sedangkan Embang, sebagai anak buah dari Simbar. Semua ini adalah merupakan trik-trik politik yang dilakukan oleh seorang untuk mewujudkan ibukota Propinsi Kalimantan Tengah berada di Palangkaraya.
Tahun 1957, Tjilik Riwut menjadi Gubernur Palangkaraya. Kemudian 6 bulan setelah itu, Kodam Tambun Bungai didirikan di kota Sampit.
- Yang pertama kali menjabat sebagai Pangdam Tambun Bungai di kota Sampit, adalah Letkol Darmo Sugondo pada tahun 1957
- Yang kedua adalah Letkol Erman Harirustaman pada tahun 1959 - Yang ketiga adalah Kolonel Darsono pada tahun 1960.
- Yang keempat adalah Kolonel Sabirin Muhtar pada tahun 1962. Dan pada saat itu, hanya ada 1 buah mobil jeep di kota Sampit.
Soekarno Datang ke Kota Sampit pada tanggal 9, bulan 9, tahun 1959, jam 9. Dalam pidatonya di kota Sampit, Tjilik Riwut mengatakan bahwa kedatangan Bung Karno ke Kota Sampit adalah merupakan angka keramat. Kemudian, dalam sambutannya di kota Sampit, Bung Karno mengatakan “ Saya datang bukanlah sebagai seorang malaikat, akan tetapi saya datang sebagai seorang hamba ALLAH yang sama seperti kalian yang ada disekitar saya.”
Soekarno sempat menikahi seorang perempuan yang berasal dari Sampit yang bernama Lori Ismail, di Palangkaraya. Setelah Bung Karno datang, pada bulan November, setelah terjadi Gajah Timpang. Arti Gajah Timpang tersebut adalah pemotongan uang seribu rupiah menjadi seratus rupiah. Kemudian pada tahun 1965, kembali terjadi, Gajah Lumpuh dari seribu rupiah menjadi satu rupiah.
Kabupaten Kotawaringin Timur adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Tengah. Ibu kota kabupaten ini terletak di Sampit. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 16.496 km² dan berpenduduk kurang lebih sebanyak 373.842 jiwa pada tahun 2010. Bupati Kotawaringin Timur adalah Sopian Hadi.




2.      Suku Dayak Sampit
Kata Dayak dalam bahasa lokal Kalimantan berarti orang yang tinggal di hulu sungai. Hal ini mengacu kepada tempat tinggal mereka yang berada di hulu sungai-sungai besar. Agak berbeda dengan kebudayaan Indonesia lainnya yang pada umumnya bermula di daerah pantai, masyarakat suku Dayak menjalani sebagian besar hidupnya di sekitar daerah aliran sungai pedalaman Kalimantan.
Dalam pikiran orang awam, suku Dayak hanya ada satu jenis. Padahal sebenarnya mereka terbagi ke dalam banyak sub-sub suku. Menurut J.U. Lontaan, terdapat sekitar 405 sub suku Dayak yang memiliki kesamaan sosiologi kemasyarakatan namun berbeda dalam adat-istiadat, budaya dan bahasa yang digunakan. Perbedaan tersebut disebabkan oleh terpencarnya masyarakat Dayak menjadi kelompok-kelompok kecil dengan pengaruh masuknya kebudayaan luar.
suku-dayak-kenyah
Setiap sub suku Dayak memiliki budaya yang unik dan memberi ciri khusus pada komunitasnya. Misalnya tradisi memanjangkan telinga yang dilakukan oleh wanita suku Dayak Kenyah, Kayan dan Bahau. Lalu ada juga tradisi kayau atau perburuan kepala tokoh-tokoh masyarakat yang menjadi musuh suku Dayak Kendayan.
Itulah sekilas warna-warni sub suku Dayak yang menghuni pulau Borneo. Semoga dengan makin mengenal keragaman budaya bangsa makin memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
Suku Dayak Sampit adalah subetnis Dayak Ngaju yang mendiami sepanjang tepian daerah aliran sungai Sampit/sungai Mentaya di Kabupaten Kotawaringin Timur,  Kalimantan Tengah. Suku Sampit merupakan suku baru yang muncul dalam sensus tahun 2000 dan merupakan 9,57% dari penduduk Kalimantan Tengah, sebelumnya suku Sampit tergabung ke dalam suku Dayak pada sensus 1930.
Suku Dayak Ngaju (Biaju) adalah suku asli di Kalimantan Tengah. Suku Ngaju merupakan suku baru yang muncul dalam sensus tahun 2000 dan merupakan 18,02%  dari penduduk Kalimantan Tengah, sebelumnya suku Ngaju tergabung ke dalam suku Dayak dalam sensus 1930.

3.      Kebudayaan Dayak Sampit

a.      Bahasa Sampit

Bahasa Sampit adalah sebuah bahasa Melayu Dayak/Malayic Dayak (Austroanesi) yang dituturkan di kecamatan Baamang, Seranau dan Mentawa Baru, Kabupaten Kotawaringin Timur, provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia. Bahasa Sampit salah satu dari 9 bahasa dominan yang terdapat di Kalimantan Tengah.
Bahasa Sampit adalah sebuah bahasa yang wilayah pemakaiannya meliputi kecamatan Baamang, Mentawa Baru dan Seranau di kabupaten Kotawaringin Timur yaitu salah satu kabupaten di propinsi Kalimantan Tengah. Kabupaten ini berbatasan langsung dengan dua kabupaten baru dari hasil pemekaran wilayah pada tahun 2002 yaitu kabupaten Katingan dan kabupaten Seruyan.
Daerah Sampit terletak di sepanjang tepi sungai Mentaya, dalam bahasa Ot Danum sungai Mentaya ini disebut “batang danum kupang bulau” (‘sungai tempat emas’). Nama yang populer di kalangan masyarakat ini menarik karena kehidupan masyarakat Sampit dahulu tidak terpisahkan dari sungai. Daerah hunian masyarakat yang terletak berseberangan di sepanjang aliran sungai ini memungkinkan penduduknya bermata pencaharian utama sebagai peladang, pemilik kebun karet, dan pencari rotan di hutan. Kotawaringin Timur sebagai sebuah kabupaten luas wilayahnya 17.000 Kilometer persegi. Setelah pemekaran wilayah penduduknya mencapai 284.043 jiwa. Kabupaten ini terdiri dari 10 kecamatan, yang ibukotanya adalah Sampit yang terletak di Mentawa Baru.
Selain di kota Sampit, bahasa Sampit juga dipakai di Baamang wilayah kecamatan Baamang dan Mentaya Seberang wilayah Kecamatan Seranau.
Pada mulanya penduduk asli penutur bahasa Sampit bermukim di kampung-kampung yang saling berjauhan letaknya tersebar di daerah aliran sungai. Mobilitas penduduknya terhambat akibat kondisi geografis yang terisolasi. Lagi pula kampung-kampung itu kebanyakan terpencil oleh hutan rimba, rawa-rawa, bukit dan sungai mempersulit kontak antar kelompok. Keadaan seperti itu menyebabkan penutur bahasa yang sama setelah terpisah dalam kelompok-kelompok lama kelamaan menjadi kendala saling paham semakin berkurang.
Dengan demikian, karena kondisi geografis di sekitarnya, bahasa Sampit yang semula mempunyai tingkat saling paham yang tinggi dengan bahasa Tamuan dan Mentaya 2 lama kelamaan terpisah sebagai bahasa yang berbeda. Sedangkan, wilayah pakai bahasa Sampit di Sampit, Baamang dan Mentaya Seberang masih memiliki tingkat pemahaman yang tinggi. Sampit mulai muncul sebagai isu nasional ketika terjadi konflik antar etnik pada awal tahun 2001. Kemudian peristiwa itu memicu bangkitnya semangat etnosentris etnik Dayak yang mempererat hubungan etnik Sampit dan dayak Ngaju karena penghormatan kepada tradisi leluhur yang sama. Hubungan budaya itu secara kronologis berkembang dalam perjalanan waktu karena hubungan yang ada sekarang merupakan kelanjutan dari masa lampau. Mitologi mereka menuturkan adanya hubungan etnis Sampit dan Dayak Ngaju karena tradisi leluhur yang dipelihara dan melalui bahasa ritual yang dimanfaatkan menjalin hubungan dengan para leluhur mereka merupakan bukti kebersamaan Sampit dan Dayak Ngaju.
Budaya Sampit yang peduli terhadap tradisi itu memperlihatkan bukti adanya pertalian antar bahasa dan budaya Sampit sebagai kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Bukti kebersamaan etnik Sampit dan Dayak Ngaju lainnya juga dapat dilihat dari adanya bangunan peninggalan berupa Sandung di wilayah Sampit dan Mentaya seberang. Sandung, merupakan bangunan tinggi berukuran kecil terbuat dari kayu besi yang dihiasi ukiran-ukiran indah dan ditempatkan di pekarangan rumah, tempat untuk menyimpan abu tulang belulang nenek moyang atau kerabat yang telah meninggal. Di sekitar sandung berdiri pula tiang-tiang peringatan (sapundu) penyembelihan hewan korban yang didirikan setelah upacara tiwah.
Tiwah adalah upacara pembakaran tulang dari orang yang telah meninggal, merupakan upacara yang terpenting dalam ritus kematian masyarakat Dayak ngaju. Hal ini menunjukkan bahwa budaya Sampit juga mengenal adanya upacara tiwah dalam rangkaian ritual adat kematian.
Masih terdapat silang pendapat tentang status bahasa Sampit di kalangan para sarjana. Pendapat yang dikemukakan oleh Hudson (1967) secara tersurat mengenai status bahasa Sampit menarik perhatian karena ia memasukan bahasa Sampit ke dalam subkelompok Melayu. Pendapat ini tidak didukung oleh sejumlah fakta yang dikemukakan oleh sarjana lain yang berpendapat bahwa bahasa Sampit lebih dekat hubungannya dengan bahasa Dayak Ngaju.

b.      Agama dan Keyakinan

Etnis Dayak sebagai salah satu etnis di Indonesia, merupakan etnis terbesar yang menghuni pulau Kalimantan. Etnis ini tersebar merata mulai dari Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan hingga Kalimantan Timur. Etnis Dayak umumnya tinggal di daerah aliran sungai dan daerah pantai. Hal ini dapat diketahui dengan tumbuhnya kota-kota ditepi sungai besar, seperti Pontianak yang berada di muara sungai Kapuas, Palangkaraya yang berada di tepi laut Jawa, Banjarmasin yang berada di aliran sungai Barito, Balikpapan dan Samarinda yang berada di tepi selat Makassar.  
Menurut kepercayaan Dayak, asal–usul nenek moyang suku Dayak diturunkan dari langit yang ketujuh ke dunia dengan menggunakan Palangka Bulau (tandu suci yang terbuat dari emas). Mereka diturunkan dari langit ke dunia di empat tempat yaitu: di Tantan Puruk Pamatuan di hulu Sungai Kahayan dan Barito, di Tantan Liang Mangan Puruk Kaminting (Bukit Kaminting), di Datah Takasiang, hulu sungai Rakaui (Sungai Malahui Kalimantan Barat), dan di Puruk Kambang Tanah Siang (hulu Barito). Dari tempat–tempat tersebut kemudian tumbuh dan berkembang dalam tujuh suku besar yaitu: Dayak Ngaju, Dayak Apu Kayan, Dayak Iban  dan Hebab, Dayak Klemantan atau Dayak Darat, Dayak Murut, Dayak Punan dan Dayak Ot Danum.
Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Dayak pada awalnya adalah Hindu Kaharingan yang berarti “air kehidupan” (Koentjaraningrat, 1990). Agama Islam mulai berkembang sejak abad ke-XV ketika kerajaan Hindu Mulawarman mengalami kemunduran. Agama Islam di Kalimantan berkembang dengan pesat terutama di daerah pesisir selatan mulai dari Balikpapan di Kalimantan Timur, Banjarmasin di Kalimantan Selatan hingga Palangkaraya di Kalimantan Tengah.
Penyebaran Islam ini melalui interaksi dan pernikahan antara etnis Dayak dengan etnis pendatang yang beragama Islam seperti Madura, Jawa, Arab dan Melayu. Adanya interaksi dan perkawinan campuran tersebut banyak mendorong etnis Dayak untuk masuk Islam, sedangkan etnis Dayak yang tidak mau memeluk agama Islam umumnya menyingkir ke pedalaman dan mempertahankan adat istiadat. Sehingga terjadilah pameo, etnis Dayak yang beragama Islam umumnya tinggal di pesisir pantai dan orang Dayak non Islam mengungsi di pedalaman.
Suku Dayak terbagi dalam Dayak Muslim dan Non Muslim. Yang termasuk Dayak Muslim adalah Suku Dayak Bakumpai, Suku Dayak Bukit, Suku Dayak Sampit, Suku Dayak Paser, Suku Dayak Tidung, Suku Dayak Melanau, Suku Dayak Kedayan, Suku Dayak Embaloh, Suku Dayak Sintang, Suku Dayak Sango dan Suku  Dayak Ngabang.
Sedangkan suku Dayak Non Muslim jumlahnya lebih banyak lagi. Yaitu Suku Dayak Abal, Suku Dayak Abai, Suku Dayak Banyadu, Suku Dayak Bakati, Suku Dayak Bentian, Suku Dayak Benuaq, Suku Dayak Bidayuh, Suku Dayak Darat, Suku Dayak Dusun, Suku Dayak Dusun Deyah, Suku Dayak Dusun Malang, Suku Dayak Kenyah, Suku Dayak Lawangan, Suku Dayak Maanyan, Suku Dayak Mali, Suku Dayak Mayau, Suku Dayak Meratus, Suku Dayak Mualang, Suku Dayak Ngaju, Suku Dayak Ot Danum, Suku Dayak Samihim dan lain-lain yang diperkirakan jumlahnya mencapai tiga ratus sub suku.

c.       Aktifitas dan Hasil Kesenian

-          Suling Balawung


Suling balawung merupakan pembuktian bahwa apresiasi kedudukan wanita dalam masyarakat dayak bukan lah hanya isapan jempol semata ini di butikan dengan penghargaan tertinggi terhadap peran kaum wanita dayak turut di berikan dalam aspek apresiasi bermusik yang menciptakan suling balawung sebagai bentuk suling khusus bagi perempuan dayak.

-          Karungut

Menurut kepercayaan suku dayak di kalimantan tengah , pada jaman dahulu manusia di turunkan dari langit bersamaan palangka bulau ( tetek tatum ). pada waktu berada di bumi paangka bulau adalah alat untuk menurunkan manusia dari langit ke bumi oleh ranying hatalla langit atau dewa para petinggi suku dayak . maka , dari itulah mulai adanya alunan suara atau tembang-tembang. maka sejak itulah karungut muncul.bahasa yang digunakan dalam karungut adalah bahasa sangiang atau sejenis bahasa dayak ngaju. yang sangat tinggi sastra nya di gunakan dalam upacara adat dan berkomunikasi dengan roh halus.

-          Tari Dayak Sampit

Tarian bausik rasa merupakan garapan baru yang diolah secara kontemporer tanpa meninggalkan akar budaya dayak pedalaman sampit. Yang bermakna memadu kasih. mengisahkan serangkaian perjalanan muda mudi dayak sampit dari awal pertemuan, masa pacaran hingga perkawinan..dengan kekuatan cinta yang mengakar , menjadikan cinta mereka abadi sampai maut memisahkan.